Tahukah kamu,
Waktu itu aku menunggu ucapan
bersalahmu, yang telah berkata hal yang selama ini paling kau takutkan dan
malah kau katakan, dan memintaku untuk melupakannya?
Waktu itu aku menunggumu
berkata sampai jumpa, yang aku yakini sebagai salam perpisahanmu hari itu,
karena besok kita akan bertemu lagi, perlu di garis bawahi, hanya hari itu.
Waktu itu aku menunggumu
berbalik dan menatapku seakan tidak ingin meninggalkanku sendirian di tempat
itu?
Bukan. Kenyataannya bukan
seperti itu.
Yang ada hanya,
Kamu yang kukuh dengan
perkataanmu yang tahukah kamu telah melukai perasaanku?
Kamu yang berjalan menjauh
dengan berkata sampai jumpa. Selamanya.
Kamu yang terus berlalu tanpa
menghiraukan hujan yang turun teramat deras dari sudut mataku, dan membiarkanku
melalui hari itu sendiri tanpamu. Ya, dua kata yang kubenci setelah mengenalmu.
Sendiri. Tanpamu.
***
"Ih kmu jahat banget,
non", sembur rani, teman sebangkuku setelah pulang dari tempat makan itu.
Hari itu kebetulan hari ulang
tahunku. 16 tahun. Umur yang bisa dibilang masih dalam tahap kebingungan untuk
didaftarkan dalam kategori mana angka tersebut masuk. Remajakah? Atau
dewasakah?
"Heemp, mukamu judes
banget tadi", belum sempat aku menjawab, ternyata sudah didahului oleh
pertanyaan dari anna, temanku yang satu lagi mengiyakan kata-kata yang telah
diucapkan rani. Hari itu juga aku mentraktir dua sahabatku ini untuk makan
bakso yang sudah terkenal kelezatannya di daerah sekitar sekolahku. Oh ya, aku
lupa mengatakan, bahwa hari itu tidak hanya rani ataupun anna saja yang
kutraktir makan, masih ada 1 orang lagi, namanya Kemal, dia mengajak 1 temannya
untuk menemaninya makan-mungkin agar dia tidak sendirian merasa 'cantik'
diantara kami bertiga. Dia lah laki-laki yang kurang lebih 5 bulan ini memenuhi
isi inbox handphone-ku tanpa pernah sekalipun kami bertemu-walaupun kami 1
sekolah. Dan, dialah penyebab mengapa dua sahabatku berkata seperti itu...
"Kok senyum-senyum
sendiri, mbak?", itu suara ibukku, yang ingin memastikan bahwa selama
setengah jam ini anaknya tidak mendadak gila karena mengeluarkan senyum yang
tidak ada arah dan tujuannya
"Hah, hehehe, nggak papa
kog bu", gelengku langsung
Aku masih ingat kejadian
sehabis mentraktir rani, anna, kemal dan temannya siang itu. Aku dihantar
pulang oleh kemal, tidak sampai rumah, hanya sampai halte tempatku menunggu
angkot.
"Makasih ya" kataku
setelah turun dari motornya
"Sama-sama, makasih juga
buat maem"nya"
"Sama-sama juga, ati-ati
ya", merasa canggung, akupun langsung mengucapkan hati-hati yang dalam
versi ku ini secara tidak langsung menginginkan dia sepenuhnya lenyap dari
hadapanku
"Iyadeh, oh iya",
diapun merogoh tasnya, "ini, maaf kalo belum sempet dibungkus, yaudh aku
pulang ya", katanya dengan menunjukkan senyum malu-malu.
"Oh, duh apaan ni,
repot-repot banget, emm, makasih ya, ati-atii", sambil menyodorkan
tanganku, dan melambai, dan memunculkan sedikiiitttt senyumku padanya. Pfiuh,
pulang juga. Bisikku dalam hati.