Diam diam aku memperhatikan
tanggal, masih tanggal 3 ternyata, hmff, jauh sekali jika mengingat tanggal
berapa kita akan bertemu. Kita. Ya, aku masih bersyukur masih bisa memanggil
aku dan kamu dengan sebutan ‘kita’, Tuhan masih mengijinkan. Dan semoga tidak
ada masa tenggangnya, semoga.
***
Aku masih ingat kapan pertama
kali kita bertemu. Kita berada dalam 1 kegiatan yang sama. Ketika pembagian
kelompok berjumlah 6 orang untuk mengerjakan suatu kegiatan, kamu berada 1 tim
denganku, keberadaanmu belum membuatku ‘ngeh’ karena ketika ketua tim
menyebutkan nama masing-masing orang, kamu belum datang, namun seketika 10
pasang mata kami dibuat menoleh dengan kedatanganmu yang tergopoh-gopoh. Ketika
hanya ditanya nama pun kamu seperti pembalap moto gp yang buru-buru memasukki
pit stop gara-gara hujan turun dan akhirnya harus mengganti ban kering dengan
ban basah agar bisa tetap melanjutkan balapan, kamu menyebutkan nama dan alasan
mengapa kamu terlambat dengan badan basah karena keringat bercampur hujan yang
turun deras kala itu. Lucu.
Proses menuju pelaksanaan kegiatan
pun berjalan, dari sana aku makin mengenal sifatmu yang ternyata anti dengan
hal-hal yang berkaitan dengan kata ‘terlambat’ dan tahu alasan mengapa kamu
seperti pembalap gp saat pertama kali bertemu dulu :)
6 bulan sudah namamu selalu
membanjiri pesan masuk dan hatiku. Tidak ada yang salah dengan hubungan kita,
hingga hari itu tiba. Kamu yang makin aneh dan makin tertutup denganku, setelah
kudesak keluarlah pernyataanmu yang berkata harus berpindah domisili, diluar
pulau. Menurutku jarak tak terlalu berarti jika kita sama-sama merasa saling
memiliki. Itu pendapat awalku. Tapi situasi berkata lain, aku disibukkan dengan
tugas-tugas semester baru dan kegiatan lain diluar kegiatan kampus, kamupun
begitu, selain berusaha beradaptasi dengan lingkungan barumu, kamu juga
tenggelam dengan bermacam kegiatan kampusmu. Aku baru ingat kalau kita tidak
bisa dijauhkan dengan hal-hal berbau aktivis. Kita masih mengingkari bahwa kita sudah jauh, terlalu jauh. Mungkin
itu yang membuat kita dulu jatuh hati dan akhirnya melukai.
Kita akhirnya mengambil
keputusan, dan berjanji di dalam hati untuk tak lagi mengingkari dan tak lagi
melukai.
***
Sudah 2 tahun ini aku bekerja di
sebuah perusahaan telekomunikasi. Kenangan akan kehidupan perkuliahan sesekali
mampir di benakku ketika melihat beberapa mahasiswa yang sedang magang di
kantor. Kenangan tentang sosok itupun muncul, seketika langsung kuhalau
pikiran-pikiran nakal yang mulai hobi menggunakan kata ‘jika’ dan ‘andai’.
Panggilan dari atasanku membuyarkan lamunan, aku baru ingat kalau siang ini aku
harus presentasi mewakili kantorku, di jam makan siang dengan perusahaan cabang
di kota besar lain. Perusahaanku akan membuat suatu BTS baru yang terletak di
kota perusahaan cabang sehingga membutuhkan koordinasi yang matang antara kedua
perusahaan.
Beberapa orang dari kantorku
sampai duluan di sebuah rumah makan yang terletak di pusat kota itu. Sekitar 10
menit kemudian 5 orang dari kantor cabang sampai. Ketika akan memulai
presentasi, bos dari kantor cabang celingukan seperti sedang mencari seseorang,
dan akhirnya bertanya pada orang disampingnya dimanakah karyawannya yang
bertugas menyampaikan presentasi hari itu. Aku dan temanku mulai bergumam
kemanakah si karyawan yang sudah membuang waktu atasanku yang amat sangat sibuk
itu hanya karena menunggu kehadirannya, “Maaf, mungkin bisa salah satu karyawan
lain dari kantor cabang yang bisa mewakili menyampaikan presentasi kali ini?”
pintaku gemes kepada mas-mas yang duduk di depanku, namun sebelum mas-mas itu
menimpali pertanyaanku, si bos dari kantor cabang sudah meneriakan sesuatu
kepada seseorang yang baru mendorong pintu masuk rumah makan itu, “SINI !“,
sebelum kami hendak menoleh ke arah pintu, bos yang mempunyai tubuh tambun itu menambahkan
lagi, “Emm, maaf semuanya, karyawan saya yang satu ini tidak biasanya telat
begini, saya juga nggak tahu kenapa dia bisa telat kali ini”, “Sini Bar!”,
seketika wajah kami semua yang ada di meja menoleh ke arah derap kaki seseorang
yang terdengar sangat tergopoh-gopoh itu, orang itu masih menunduk sambil
membenarkan rambut dan lengan kemejanya yang basah karena hujan yang tak kalah
deras dengan hujan yang dulu turun ketika aku dan timku menunggu orang yang
terlambat saat penyebutan nama oleh ketua timku jaman beraktivis saat kuliah
dulu, ah sudahlah, aku juga bingung mengapa hari ini susah sekali kutepis pikiran
yang kurasa sudah 2 tahun ini bersemayam aman di lapisan paling bawah otakku.
Ketika karyawan yang baru datang itu menyebutkan namanya dan mulai menyapu
pandangan ke orang-orang yang berada di meja itu, mata kami tertumbuk jadi
satu. Namun dia masih melanjutkan perkenalannya dengan mataku yang berkedip
tanpa henti sejak dia menyebutkan namanya. Bara. Ya, entah apa yang hendak
Tuhan hadiahkan padaku hari itu, dari semua perusahaan cabang di seluruh
Indonesia, dari seluruh karyawan yang bekerja pada perusahaan cabang yang
mengerjakan proyek BTS dengan kantorku, dia yang terpilih. Dia yang mempunyai
posisi yang sama denganku untuk mempresentasikan proyek ini. Dia yang aku masih
ingat betul betapa aku belajar bagaimana menyampaikan presentasi yang baik di
depan umum. Dia yang tatapan matanya masih seteduh hujan yang mengguyur musim
kemarau yang panjang. Kenangan itu muncul lagi tanpa ampun di otakku dan kini
mulai membentuk slide-slide bertema throwback. Aku tidak tahu kalau ternyata
dia juga merasa presentasi yang sudah dipersiapkannya dengan tidak tidur selama
berhari-hari dimuntahkan lagi ketika melihatku.
Proyek ini mengharuskan kami
bertemu kembali. Proyek ini mengharuskan kami berkomunikasi lagi. Proyek ini
juga yang membuat kami lega ternyata satu sama lain berhasil merawat diri kami
hingga saat ini. Proyek ini juga yang membuat kami ingat umur kami sudah
terlalu tua jika diingatkan tentang masa lalu.
Tuhan yang Maha Mengatur
segalanya. Akankah aku dan dia menjadi aku dan kamu atau kita lagi...
07 Juli 2014 – 17.06