Malam itu kamu ucapkan lagi
kalimat temanmu itu. Kalimat yg bahkan ingin kudengar saja tidak, apalagi
kuketahui kabarnya. Aku memang masih menutup telinga akan itu. Entah. Aku hanya
berharap kalimat itu hilang tertiup angin hingga rimbanya tak nampak. Ingin
rasanya kutaburkan semua luka yg hampir beranak dari induknya ini di lautan,
dan akan hanyut seiring ombak garang yg memaksa nelayan pergi dari hadapan.
Aku masih seorang perempuan
yg belum mampu mengucapkan apa yg menjadi penyebab lukaku di hadapmu.
Laki-laki bukan seorang
peramal yang sewaktu-waktu bisa membaca pikiran seorang wanita.
Begitu kata hampir seluruh
kaummu di dunia.
Tapi suatu ketika aku ingin
kamu memilikinya. Memiliki kekuatan seorang peramal. Kamu tahu kenapa?
Agar aku tak perlu bersusah
payah memilih seribu kata yang pantas untuk bercerita luka ini dgn tak
menyakiti rasamu.
Agar aku tak perlu
mengumpulkan kekuatan seribu kuda untuk memberanikan diri membahas luka ini di
sampingmu.
Agar aku tak perlu merasa
baik-baik saja padahal hati merasa nestapa.
Itu hanya sebatas asa, yg aku
pada kenyataannya masih berkata nyinyir, berkata sindir untuk membuat kamu
berpikir.
Aku hanya ingin bilang, tak
ada satupun hari-hari yg aku sesalkan ketika mengirimimu pesan, mengirimimu
telepon, maupun mengirimimu sapa. Karena aku menjalaninya karena sebuah
kemauan, bukan sebuah keharusan. Semoga kamu juga begitu.
Dari aku,
yg masih menunggumu bicara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar