Disini, di tempat ini, di tepian
sungai ini, aku bercerita…
***
23 Juni 2012
Oke, abis
maghrib ya?” kataku menutup pembicaraan melalui pesan singkat siang itu,
bahagia rasanya membayangkan malam ini akan kuhabiskan dengan orang yang paling
aku sayangi 1,5 tahun belakangan ini. Membayangkan. Hanya baru membayangkan,
catat! Tapi kali ini membayangkan itu tidak hanya berkunjung sebentar di dalam
otakku dan pergi begitu saja seperti hantu, tanpa pernah bisa terwujud seperti
biasanya. Malam ini akan berbeda dari malam-malam sebelumnya, aku akan
menghabiskan malam ini dengannya, benar-benar dengannya! Huhh, menunggu
tenggelamnya matahari seperti sedang menunggu berbuahnya sebuah pohon, padahal
pohon itu baru ditanam 5 menit yang lalu. Bahkan, saat ini ingin rasanya
mengganti bajuku dan langsung menghubunginya bahwa aku sudah siap, padahal
taukah kamu? Jam dinding di rumah ‘embahku’ masih menunjuk pukul 11 siang!
Hahaha J
Akhirnya, pukul
4 sore, setelah melalui pergulatan batin dengan diriku sendiri, akan mandi jam
berapakah agar tidak terlalu awal dan tidak terlalu sore menyiapkan segala
sesuatunya, akhirnya aku memilih mandi saat itu juga, fiuh. Duh Gusti, apakah
semua perempuan di dunia ini merasakan
hal yang sama seperti yang kurasakan saat ini? Jantungku terasa 2x lebih cepat
dari biasanya, emm 5x, eh bukan, 100x, lebiih, intinya berkali-kali lebih cepat
dari biasanya! Kalau memang iya, berarti aku masih normal, hehehe.
Pukul 6 sore,
setelah shalat maghrib, akupun menghubunginya lagi, “Kamu udah berangkat
belom?”, tiba-tiba handphone ku bergetar, ada pesan balasan darinya, “Sebentar
ya, aku shalat dulu”. Sampai jam 7 malam, dia belum menghubungiku lagi, mungkin
dia sedang bersiap-siap, pikirku. Handphone ku pun bergetar lagi, “Enaknya aku
berangkat jam berapa ya?” begitu isi pesan singkat yang barusan aku terima. Otomatis
aku langsung membalas “Ya sekarang lah, mau nyampe sini jam berapa lagi?”
amukku, ‘Emang dia gatau apa sini nungguin daritadi’, rutukku dalam hati. Tapi
aku langsung berpikir, wajarlah dia bertanya seperti itu, selama ini dia kan
belum pernah sekalipun mengajakku keluar hari sabtu malam, layaknya
pasangan-pasangan lain yang mempunyai agenda wajib untuk ber ’malam mungguan’
ria, rasanya seperti sudah tercantum pada undang-undang tentang jalannya
kebiasaan tersebut.
“Aku udah
nyampe depan gang mu”. Sebentar, sebelum, kamu semua bertanya, aku akan
menjelaskan sedikit, yaa aku akui, aku bisa membuat janji bertemu dengannya
malam ini karena aku menginap di rumah embahku, orang tua dari ibukku, yang
kebetulan mereka berdua ‘sedikit’ longgar tentang peraturan ‘keluar malam’. Aku
memang hanya berkata pada ayahku ingin menginap sebentar di embah, mengisi
waktu liburan, padahal jelas sekali alasan sebenarnya bukan itu. Tapi tenang,
aku berkata jujur kepada ibukku bahwa aku ingin pergi bersamanya. Jadi aku
pikir, aku sudah lumayan mendapat restu, hihihi *mohon jangan ditiru*. ‘Oohhh
backstreet’, mungkin itu yang akan kalian ucapkan setelah mendengar
penjelasanku, atau kalian hanya diam saja juga tidak masalah. Akupun langsung
berpamitan kepada embah kakung dan embah putriku dan berkata kalau ‘temanku’
itu sudah menunggu didepan.
Dan, malam inipun
dimulai dengan…. “Ini mau kemana?” tanyanya, “Kemana aja wes, tapi aku pengennya
mampir ke pinggir Banjir Kanal dulu aja”, pintaku, lalu kami berduapun meluncur
ke tempat yang ku maksud tadi. Banjir Kanal merupakan salah satu sungai yang
berada di Jawa Tengah, sejak tahun 2011, sudah dilakukan pembangunan renovasi
agar Banjir Kanal bisa digunakan sebagai tempat wisata juga yang sudah pasti
selain untuk menambah keindahan juga bisa menjadi nilai jual tersendiri bagi
Kota Semarang. Beginilah jadinya, di sepanjang sungai Banjir Kanal terdapat
taman-taman kecil yang sering digunakan sebagai tempat piknik atau rekreasi
kecil-kecilan bersama keluarga, teman, ataupun sepertiku saat ini, hehehe.
Setelah berputar-putar mencari tempat yang view nya bagus, duduklah kami
disana, di tengah-tengah taman yang terhampar di sepanjang sungai Banjir Kanal
itu, tidak pernah kusangka sebelumnya begini indahnya apabila dilihat saat
malam hari. Banyak sekali orang yang melakukan hal yang sama dengan kami, ada
juga yang hanya menikmati malam hari di sepanjang sungai dengan menghirup udara
saja. Kami hanya duduk bersebelahan, jangan berpikir kami duduk berdempetan,
berpegangan tangan dan bermesra-mesraan seperti pasangan yang sedang dimabuk
cinta sampai seringnya tidak memperhatikan situasi dan keadaan sekitar, risih
memang kalau melihat pasangan tersebut malah tetap melanjutkan ‘kegiatan’
mereka dengan cueknya, berbeda sekali dengan kami, kami hanya… diam. Diam. Ya,
diam. Aku juga tidak tahu mengapa kami menjadi diam seperti ini. Canggung.
Akhirnya aku yang memulai obrolan. Aku sukses membuat ice breaker. Dan ternyata
mengalir begitu saja obrolan-obrolan kami selanjutnya. Canggung itu karena kami
sudah lama tidak bertemu dan kami bertemu di saat hari sudah gelap seperti ini.
Jarang sekali terjadi. Disana kami mengobrolakan banyak hal, saling melempar
candaan, kadang tanpa sengaja mata kami bertemu, hal waktu itu ada dipikiranku
adalah, aku ingin sekali menatap matanya setiap hari, mengelus wajahnya yang
hampir semua temanku berkata kalau wajahnya mirip dengan pemain Liverpool, Luis
Suarez itu, memencet hidungnya yang seperti bunga kol, berbincang dengannya
sepanjang hari, memeluk tubuhnya, menghapus kesedihannya dan membagi
kebahagiaan dengannya sepanjang hidupku. Aku sayang sekali dengan orang di
sebelah kananku ini. Aku tak pernah tau apa yang akan terjadi selanjutnya,
intinya, aku sayang dia. Titik.
Tak terasa
pukul 21.30, saatnya malam ini kami akhiri, dia juga tidak mau aku pulang
terlalu malam. Dia menghantarkanku di tengah hujan gerimis malam ini. Dingin.
Tapi aku lebih khawatir jika dia kedinginan dan kehujanan ditengah perjalan
pulang menuju rumahnya. Semoga tidak, itu doaku. Senang sekali malam ini.
Akupun tidur nyenyak setelahnya, dan tak lupa mengirim pesan singkat kepadanya
“Makasih ya buat malem ini J,
semoga lain kali bisa lagi”, akupun tertidur dan berharap semoga tidak hanya
malam ini kami dapat merasakan apa yang disebut ‘malam mingguan’ :D.
***
Juli 2012
Itu ceritaku 1
bulan yang lalu. Waktu itu aku berpikir, dan aku berharap masih mempunyai
kesempatan untuk ber’malam-mingguan’ dengannya lagi, dengan memperpanjang masa ‘menginap’
ku di embah selama seminggu, aku pikir, itu bisa dengan mudah kami lakukan. Tapi
ternyata, manusia boleh berharap, Tuhan pula yang berkehendak. Orang-orang yang
berawal tidak dari kebohonganpun bisa gagal, apalagi di dalam kasusku, yang
dalam tanda kutip, aku tidak ijin ayah, dan aku berbohong. Itu kesalahan
terbesarku. Jadi, setelah malam itu, hari Rabu siang, aku mengirim pesan
singkat kepadanya, bertanya apakah Sabtu besok bisa keluar lagi, dia menjawab
bahwasanya dia lupa memberitahuku kalau Sabtu besok ternyata dia ada rapat
karang taruna di kompleks rumahnya perihal acara Tujuh Belasan. Kaget? Ya! BĂȘte?
Pasti! Kecewa? Jangan Tanya! Tapi mau bagaimana lagi, aku bukan tipe perempuan yang
suka melarang kegiatan yang menghalangi mauku. Bukan. Apalagi, aku juga ingat
bahwa dia mempunyai dunianya sendiri, aku juga bukan penganut duniaku ya
duniaku, duniamu ya duniaku, atau hanya dunia kami saja. Tetapi ternyata, tidak
semua yang aku pikir baik bisa berjalan lancar. Malam mingguku itu menjadi
malam minggu terakhir dalam hubungan kami, Juli, kami berpisah, tidak kuat
backstreet alasannya, jelas itu bukan alasanku, karena aku yang menyebabkan
backstreet ini terjadi. Marah, jengkel, sedih, semuaa hal yang buruk seakan menyapaku
tiba-tiba. Aku masih belum mengerti ada apa dipikirannya. Dan aku berpikir
bahwa pasti sulit sekali melupakan bayangannya. Aku yakin itu!
***
Februari 2013
Tebakanku salah.
Aku sudah bisa menata hidupku kembali, aku bisa tersenyum lagi, bahkan aku
sudah bisa perlahan-lahan merelakannya. Akupun sudah berteman seperti biasa
dengannya, bercanda, walaupun masih melalui pesan singkat. 2 atau 3 bulan yang
lalu, mungkin masih sulit untuk menopang tubuhku di depannya. Aku ingat sekali
pernah diundang di acara ulang tahun temanku yang ternyata temanku itu
mengundangnya juga, pulang dari acara itu aku menemukan lagu Maudy Ayunda-Tahu
Diri, kira-kira begini liriknya
“Hai, selamat bertemu lagiaku sudah lama, menghindarimusialkulah kau ada disinisungguh tak mudah bagikurasanya tak ingin bernafas lagitegak berdiri, di depanmu kinisakitnya, menusuki jantung inimelawan cinta yang ada di hati…”
lirik yang pas
bukan? Aku juga mulai mengerti pelan-pelan alasannya waktu itu. Di dunia ini,
siapa sih laki-laki yang kuat menjalani hubungan backstreet? Hanya saling
berkirim pesan singkat, jarang bertelefonan, dalam hal ini karena kami berdua
memang tidak terlalu suka bertelefon, siapa juga laki-laki yang tahan hanya
dengan 5 kali berkunjung ke rumah perempuan yang sudah lama berhubungan
dengannya, daan hanya 2 kali bertemu dengan ayahnya, daan bukan khusus
pertemuan antar pacar ke orang tua pacar, melainkan hanya, si laki-laki
menemani teman-teman si perempuan berkunjung atau sekedar main ke rumah si
perempuan, padahal jelas-jelas acara ‘main’ itu merupakan alibi agar si
laki-laki bisa menyambah rumah dan lebih dekat dengan keluarga si perempuan,
satu lagi, pertemuan itupun juga tanpa orang tua lengkap, seperti ayah dan ibu.
See? Aku tahu, jika aku membaca ini, atau mengingat ini berulang-ulang akan
selalu menganggukan kepala dan secara otomatis bibirku sudah membentuk huruf ‘O’.
Kadang aku juga berpikir, aku juga harus meminta maaf kepadanya. Tapi tenang
saja, itu sudah kulakukan. Hehehe, tapi mungkin memang ini jalannya. aku dan
dia menapaki satu masa baru dalam hidup, menjadi mahasiswa. Kami sama-sama bertumbuh,
berorganisasi, bahkan dia sudah menjadi ketua karang taruna di kompleks
rumahnya :D. Mungkin jika ditanya, apa harapanku saat ini, aku hanya menjawab,
menjalankan dan melanjutkan apa yang sudah terjadi sekarang, bukan menolak
ataupun menyerah pada takdir, ataupun menangisi masa lalu, mata ini diciptakan
didepan karena untuk melihat kedepan kan? Bukan untuk melihat kebelakang. Akupun
yakin, jika memang kami berdua berjodoh, Tuhan tidak mungkin akan menjauhkan
kami selamanya, justru dari jarak yang jauh itu pasti akan tercipta suatu rasa
yang kuat, tapi jika memang tidak, mungkin Tuhan masih senang bermain petak
umpet denganku. Dan, semoga kami berdua bisa mencapai cita-cita dan impian
kami, Amin :)