Senin, 25 Februari 2013

Setiap Tempat Punya Cerita [Binar Novicha]


Disini, di tempat ini, di tepian sungai ini, aku bercerita…

***
23 Juni 2012

Oke, abis maghrib ya?” kataku menutup pembicaraan melalui pesan singkat siang itu, bahagia rasanya membayangkan malam ini akan kuhabiskan dengan orang yang paling aku sayangi 1,5 tahun belakangan ini. Membayangkan. Hanya baru membayangkan, catat! Tapi kali ini membayangkan itu tidak hanya berkunjung sebentar di dalam otakku dan pergi begitu saja seperti hantu, tanpa pernah bisa terwujud seperti biasanya. Malam ini akan berbeda dari malam-malam sebelumnya, aku akan menghabiskan malam ini dengannya, benar-benar dengannya! Huhh, menunggu tenggelamnya matahari seperti sedang menunggu berbuahnya sebuah pohon, padahal pohon itu baru ditanam 5 menit yang lalu. Bahkan, saat ini ingin rasanya mengganti bajuku dan langsung menghubunginya bahwa aku sudah siap, padahal taukah kamu? Jam dinding di rumah ‘embahku’ masih menunjuk pukul 11 siang! Hahaha J
Akhirnya, pukul 4 sore, setelah melalui pergulatan batin dengan diriku sendiri, akan mandi jam berapakah agar tidak terlalu awal dan tidak terlalu sore menyiapkan segala sesuatunya, akhirnya aku memilih mandi saat itu juga, fiuh. Duh Gusti, apakah semua  perempuan di dunia ini merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan saat ini? Jantungku terasa 2x lebih cepat dari biasanya, emm 5x, eh bukan, 100x, lebiih, intinya berkali-kali lebih cepat dari biasanya! Kalau memang iya, berarti aku masih normal, hehehe.
Pukul 6 sore, setelah shalat maghrib, akupun menghubunginya lagi, “Kamu udah berangkat belom?”, tiba-tiba handphone ku bergetar, ada pesan balasan darinya, “Sebentar ya, aku shalat dulu”. Sampai jam 7 malam, dia belum menghubungiku lagi, mungkin dia sedang bersiap-siap, pikirku. Handphone ku pun bergetar lagi, “Enaknya aku berangkat jam berapa ya?” begitu isi pesan singkat yang barusan aku terima. Otomatis aku langsung membalas “Ya sekarang lah, mau nyampe sini jam berapa lagi?” amukku, ‘Emang dia gatau apa sini nungguin daritadi’, rutukku dalam hati. Tapi aku langsung berpikir, wajarlah dia bertanya seperti itu, selama ini dia kan belum pernah sekalipun mengajakku keluar hari sabtu malam, layaknya pasangan-pasangan lain yang mempunyai agenda wajib untuk ber ’malam mungguan’ ria, rasanya seperti sudah tercantum pada undang-undang tentang jalannya kebiasaan tersebut.
“Aku udah nyampe depan gang mu”. Sebentar, sebelum, kamu semua bertanya, aku akan menjelaskan sedikit, yaa aku akui, aku bisa membuat janji bertemu dengannya malam ini karena aku menginap di rumah embahku, orang tua dari ibukku, yang kebetulan mereka berdua ‘sedikit’ longgar tentang peraturan ‘keluar malam’. Aku memang hanya berkata pada ayahku ingin menginap sebentar di embah, mengisi waktu liburan, padahal jelas sekali alasan sebenarnya bukan itu. Tapi tenang, aku berkata jujur kepada ibukku bahwa aku ingin pergi bersamanya. Jadi aku pikir, aku sudah lumayan mendapat restu, hihihi *mohon jangan ditiru*. ‘Oohhh backstreet’, mungkin itu yang akan kalian ucapkan setelah mendengar penjelasanku, atau kalian hanya diam saja juga tidak masalah. Akupun langsung berpamitan kepada embah kakung dan embah putriku dan berkata kalau ‘temanku’ itu sudah menunggu didepan.
Dan, malam inipun dimulai dengan…. “Ini mau kemana?” tanyanya, “Kemana aja wes, tapi aku pengennya mampir ke pinggir Banjir Kanal dulu aja”, pintaku, lalu kami berduapun meluncur ke tempat yang ku maksud tadi. Banjir Kanal merupakan salah satu sungai yang berada di Jawa Tengah, sejak tahun 2011, sudah dilakukan pembangunan renovasi agar Banjir Kanal bisa digunakan sebagai tempat wisata juga yang sudah pasti selain untuk menambah keindahan juga bisa menjadi nilai jual tersendiri bagi Kota Semarang. Beginilah jadinya, di sepanjang sungai Banjir Kanal terdapat taman-taman kecil yang sering digunakan sebagai tempat piknik atau rekreasi kecil-kecilan bersama keluarga, teman, ataupun sepertiku saat ini, hehehe. Setelah berputar-putar mencari tempat yang view nya bagus, duduklah kami disana, di tengah-tengah taman yang terhampar di sepanjang sungai Banjir Kanal itu, tidak pernah kusangka sebelumnya begini indahnya apabila dilihat saat malam hari. Banyak sekali orang yang melakukan hal yang sama dengan kami, ada juga yang hanya menikmati malam hari di sepanjang sungai dengan menghirup udara saja. Kami hanya duduk bersebelahan, jangan berpikir kami duduk berdempetan, berpegangan tangan dan bermesra-mesraan seperti pasangan yang sedang dimabuk cinta sampai seringnya tidak memperhatikan situasi dan keadaan sekitar, risih memang kalau melihat pasangan tersebut malah tetap melanjutkan ‘kegiatan’ mereka dengan cueknya, berbeda sekali dengan kami, kami hanya… diam. Diam. Ya, diam. Aku juga tidak tahu mengapa kami menjadi diam seperti ini. Canggung. Akhirnya aku yang memulai obrolan. Aku sukses membuat ice breaker. Dan ternyata mengalir begitu saja obrolan-obrolan kami selanjutnya. Canggung itu karena kami sudah lama tidak bertemu dan kami bertemu di saat hari sudah gelap seperti ini. Jarang sekali terjadi. Disana kami mengobrolakan banyak hal, saling melempar candaan, kadang tanpa sengaja mata kami bertemu, hal waktu itu ada dipikiranku adalah, aku ingin sekali menatap matanya setiap hari, mengelus wajahnya yang hampir semua temanku berkata kalau wajahnya mirip dengan pemain Liverpool, Luis Suarez itu, memencet hidungnya yang seperti bunga kol, berbincang dengannya sepanjang hari, memeluk tubuhnya, menghapus kesedihannya dan membagi kebahagiaan dengannya sepanjang hidupku. Aku sayang sekali dengan orang di sebelah kananku ini. Aku tak pernah tau apa yang akan terjadi selanjutnya, intinya, aku sayang dia. Titik.
Tak terasa pukul 21.30, saatnya malam ini kami akhiri, dia juga tidak mau aku pulang terlalu malam. Dia menghantarkanku di tengah hujan gerimis malam ini. Dingin. Tapi aku lebih khawatir jika dia kedinginan dan kehujanan ditengah perjalan pulang menuju rumahnya. Semoga tidak, itu doaku. Senang sekali malam ini. Akupun tidur nyenyak setelahnya, dan tak lupa mengirim pesan singkat kepadanya “Makasih ya buat malem ini J, semoga lain kali bisa lagi”, akupun tertidur dan berharap semoga tidak hanya malam ini kami dapat merasakan apa yang disebut ‘malam mingguan’ :D.
***
Juli 2012

Itu ceritaku 1 bulan yang lalu. Waktu itu aku berpikir, dan aku berharap masih mempunyai kesempatan untuk ber’malam-mingguan’ dengannya lagi, dengan memperpanjang masa ‘menginap’ ku di embah selama seminggu, aku pikir, itu bisa dengan mudah kami lakukan. Tapi ternyata, manusia boleh berharap, Tuhan pula yang berkehendak. Orang-orang yang berawal tidak dari kebohonganpun bisa gagal, apalagi di dalam kasusku, yang dalam tanda kutip, aku tidak ijin ayah, dan aku berbohong. Itu kesalahan terbesarku. Jadi, setelah malam itu, hari Rabu siang, aku mengirim pesan singkat kepadanya, bertanya apakah Sabtu besok bisa keluar lagi, dia menjawab bahwasanya dia lupa memberitahuku kalau Sabtu besok ternyata dia ada rapat karang taruna di kompleks rumahnya perihal acara Tujuh Belasan. Kaget? Ya! Bête? Pasti! Kecewa? Jangan Tanya! Tapi mau bagaimana lagi, aku bukan tipe perempuan yang suka melarang kegiatan yang menghalangi mauku. Bukan. Apalagi, aku juga ingat bahwa dia mempunyai dunianya sendiri, aku juga bukan penganut duniaku ya duniaku, duniamu ya duniaku, atau hanya dunia kami saja. Tetapi ternyata, tidak semua yang aku pikir baik bisa berjalan lancar. Malam mingguku itu menjadi malam minggu terakhir dalam hubungan kami, Juli, kami berpisah, tidak kuat backstreet alasannya, jelas itu bukan alasanku, karena aku yang menyebabkan backstreet ini terjadi. Marah, jengkel, sedih, semuaa hal yang buruk seakan menyapaku tiba-tiba. Aku masih belum mengerti ada apa dipikirannya. Dan aku berpikir bahwa pasti sulit sekali melupakan bayangannya. Aku yakin itu!

***
Februari 2013

Tebakanku salah. Aku sudah bisa menata hidupku kembali, aku bisa tersenyum lagi, bahkan aku sudah bisa perlahan-lahan merelakannya. Akupun sudah berteman seperti biasa dengannya, bercanda, walaupun masih melalui pesan singkat. 2 atau 3 bulan yang lalu, mungkin masih sulit untuk menopang tubuhku di depannya. Aku ingat sekali pernah diundang di acara ulang tahun temanku yang ternyata temanku itu mengundangnya juga, pulang dari acara itu aku menemukan lagu Maudy Ayunda-Tahu Diri, kira-kira begini liriknya
“Hai, selamat bertemu lagi
aku sudah lama, menghindarimu
sialkulah kau ada disini
sungguh tak mudah bagiku
rasanya tak ingin bernafas lagi
tegak berdiri, di depanmu kini
sakitnya, menusuki jantung ini
melawan cinta yang ada di hati…”

lirik yang pas bukan? Aku juga mulai mengerti pelan-pelan alasannya waktu itu. Di dunia ini, siapa sih laki-laki yang kuat menjalani hubungan backstreet? Hanya saling berkirim pesan singkat, jarang bertelefonan, dalam hal ini karena kami berdua memang tidak terlalu suka bertelefon, siapa juga laki-laki yang tahan hanya dengan 5 kali berkunjung ke rumah perempuan yang sudah lama berhubungan dengannya, daan hanya 2 kali bertemu dengan ayahnya, daan bukan khusus pertemuan antar pacar ke orang tua pacar, melainkan hanya, si laki-laki menemani teman-teman si perempuan berkunjung atau sekedar main ke rumah si perempuan, padahal jelas-jelas acara ‘main’ itu merupakan alibi agar si laki-laki bisa menyambah rumah dan lebih dekat dengan keluarga si perempuan, satu lagi, pertemuan itupun juga tanpa orang tua lengkap, seperti ayah dan ibu. See? Aku tahu, jika aku membaca ini, atau mengingat ini berulang-ulang akan selalu menganggukan kepala dan secara otomatis bibirku sudah membentuk huruf ‘O’. Kadang aku juga berpikir, aku juga harus meminta maaf kepadanya. Tapi tenang saja, itu sudah kulakukan. Hehehe, tapi mungkin memang ini jalannya. aku dan dia menapaki satu masa baru dalam hidup, menjadi mahasiswa. Kami sama-sama bertumbuh, berorganisasi, bahkan dia sudah menjadi ketua karang taruna di kompleks rumahnya :D. Mungkin jika ditanya, apa harapanku saat ini, aku hanya menjawab, menjalankan dan melanjutkan apa yang sudah terjadi sekarang, bukan menolak ataupun menyerah pada takdir, ataupun menangisi masa lalu, mata ini diciptakan didepan karena untuk melihat kedepan kan? Bukan untuk melihat kebelakang. Akupun yakin, jika memang kami berdua berjodoh, Tuhan tidak mungkin akan menjauhkan kami selamanya, justru dari jarak yang jauh itu pasti akan tercipta suatu rasa yang kuat, tapi jika memang tidak, mungkin Tuhan masih senang bermain petak umpet denganku. Dan, semoga kami berdua bisa mencapai cita-cita dan impian kami, Amin :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar